Jakarta- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli Siregar bercerita pernah dibuat kesal atas pernyataan seorang calon kepala daerah yang secara gamblang ingin mengeruk keuntungan pribadi, jika terpilih. Dia blak-blakan niat cari balik modal atas uang yang dikeluarkannya selama pencalonan.
dilansir Liputan6.com. Lili menuturkan, kejadian itu terjadi saat dia berada di sebuah restoran. Tiba-tiba datang calon kepala daerah tersebut bersama tim suksesnya. Saat itu lah dia mendengar perbincangan tentang pencalonan orang tersebut di pilkada dan mengutarakan niatan jika terpilih.
“Saya tidak mengenal rombongan itu. Kemudian, saya amati itu adalah salah satu kandidat yang akan mengikuti pilkada pada 9 Desember, dan ikut dalam kontestasi politik,” ujar Lili dalam sesi webinar yang Pembekalan Pilkada Berintegritas Cakada Provinsi Sumatera Barat, Bali dan Papua, di YouTube Kanal KPK, Kamis (26/11/2020).
“Dengan lantang (calon tersebut) mengatakan begini, kita cukup tiga tahun bekerja untuk rakyat, dan dua tahun berikutnya kita harus kembalikan apa yang sudah kita keluarkan. Saya terkaget. Mudah-mudahan itu tidak ada di antara bapak ibu semua calon kepala daerah,” kata Lili meniru perkataan calon tersebut.
Walau tidak menyebutkan nama siapa yang dimaksud, namun Lili menyampaikan jika pihaknya akan mengawasi perkembangan calon tersebut apabila nanti terpilih sebagai kepala daerah.
“Saya akan mengikuti perkembangan dari anak tersebut sampai seterusnya. Karena kita juga menjadi marah dengan adanya kalimat yang dilontarkan itu, saat bersama tim suksesnya,” kata Lili.
“Dan pada saat itu dia memang menguasai forum di restoran itu. Kita juga jadi pusing seharusnya itu tidak disampaikan olehnya,” sambung Wakil Ketua KPK tersebut.
KPK Beberkan Alasan Kepala Daerah Korupsi
Lili menyampaikan, jika praktik korupsi di Indonesia masih harus menjadi perhatian yang serius.
“Ada sejumlah alasan yang seringkali disampaikan oleh kepala daerah sebagai alasan pembenar ketika melakukan tindak pidana korupsi,” kata Lili.
Alasan-alasan itu pertama berkaitan dengan adanya keharusan mengembalikan biaya politik pada saat pencalonan, adanya biaya balas jasa terhadap para sponsor saat mencalonkan. Bahkan ada alasan untuk menabung pada pemilihan berikutnya maupun persiapan anggota keluarganya kelak yang akan maju.
“Jadi yang paling sering itu markup, atau jual beli jabatan, itu juga menjadi keluhan ASN kepada KPK. Atau bagaimana memanfaatkan aset daerah, memuslakan izin atau pengaturan kredit pada keuangan daerah,” ujar Lili.