Janji Tak Pasti Warga Siteba Luwu Menanti Listrik yang Tak Kunjung Menyala

POROSCELEBES, LUWU – Suasana malam di Desa Siteba, Kecamatan Walenrang Utara, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan, kini kembali gelap. Sejak tiga bulan terakhir, warga tak lagi menikmati penerangan listrik setelah Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTM) milik PT Siteba Energi berhenti beroperasi.

Selama hampir satu dekade, PLTM itu menjadi penopang utama kehidupan warga. Listrik yang disalurkan tanpa biaya langganan mampu menerangi ratusan rumah, memudahkan anak-anak belajar, hingga mendukung ibu-ibu dan bapak-bapak mengembangkan usaha kecil di malam hari. Kini, semua kenangan itu tinggal cerita.

Bacaan Lainnya

“Sejak mesin mati, kami terpaksa kembali pakai lampu minyak. Kalau tidak, ya tidur lebih awal. Biasanya jam delapan malam sudah sepi,” ungkap Iyan, Sekretaris Desa Siteba, Senin (15/9/2025).

Kehidupan yang Kembali Mundur

Bagi warga, mati listrik berarti mundur puluhan tahun ke belakang. Anak-anak belajar dengan cahaya pelita, ibu-ibu menunda pekerjaan rumah, dan aktivitas ekonomi malam hari nyaris lumpuh.

“Kalau mau terang harus beli minyak tanah, tapi sekarang harganya mahal dan susah didapat. Kalau tidak ada, ya terpaksa gelap-gelapan saja,” tutur Katu, warga Siteba.

Sebagian warga mencoba menghidupkan genset, tapi biaya bahan bakar terlalu tinggi. Akibatnya, genset hanya dinyalakan saat ada hajatan atau kegiatan mendesak. “Malam jadi cepat sunyi, warung-warung pun tutup lebih awal,” tambah Iyan.

Janji Tak Pasti

Pemerintah desa sudah beberapa kali menanyakan kepastian kepada PT Siteba Energi. Namun, jawaban yang diterima selalu berubah.

“Agustus lalu sempat dijanjikan listrik akan hidup lagi, tapi sampai sekarang tak ada kabar. Kami jadi serba salah menjawab keluhan masyarakat,” kata Iyan.

Pihak desa kini mempertimbangkan dua langkah: berusaha membangun turbin baru secara swadaya atau memperjuangkan agar jaringan PLN bisa masuk ke Siteba. “Kalau memang PLTM tak bisa lagi, harus ada solusi lain. Tapi butuh biaya dan dukungan,” ujarnya.

Kontras dengan Desa Tetangga

Kondisi ini semakin terasa berat saat dibandingkan dengan desa-desa sekitar yang sudah tersambung listrik PLN. Warga di sana bisa menggunakan peralatan elektronik dengan bebas, anak-anak belajar di bawah cahaya lampu, dan roda ekonomi berjalan lebih lancar.

Sementara itu, Siteba masih harus bertahan dengan obor dan pelita. “Kami iri juga kalau lihat desa lain sudah terang. Harapan kami, Siteba juga bisa segera merasakan listrik yang stabil,” kata Katu.

Sejarah Listrik Gratis di Siteba

Desa Siteba berada di wilayah pegunungan dengan akses jalan tanah berbatu. Meski terpencil, desa ini kaya akan sumber daya alam, termasuk aliran sungai yang menjadi modal lahirnya PLTM sekitar sepuluh tahun lalu.

Sejak berdiri, pembangkit itu mampu menerangi 260 rumah di tiga dusun. “Waktu itu desa jadi lebih hidup. Anak-anak belajar sampai malam, orang tua bisa bekerja, suasana ramai,” kenang Iyan.

Namun sejak pertengahan 2025, turbin berhenti berputar. Dari informasi yang diterima pemerintah desa, masalahnya terletak pada ketidakjelasan kerja sama dengan PLN terkait pembelian listrik. Perusahaan bahkan sudah merumahkan para karyawan.

Harapan yang Masih Menyala

Meski kini hidup dalam keterbatasan, warga Siteba belum sepenuhnya putus asa. Mereka berharap pemerintah daerah, PLN, dan pihak perusahaan duduk bersama mencari jalan keluar.

“Kalau memang PLTM tidak bisa lagi, segera putuskan. Jangan biarkan masyarakat terus menunggu tanpa kepastian,” tegas Iyan.

Bagi warga, listrik bukan hanya soal cahaya, melainkan simbol harapan. “Kalau listrik hidup lagi, desa ini pasti kembali ramai. Anak-anak bisa belajar lebih baik, ekonomi kembali bergerak, dan kami tidak merasa tertinggal,” ucap Katu penuh harap.

Pos terkait