Keluhan Soal Seragam Olahraga SMAN 5 Bajo, Diduga Pengadaan Tak Sesuai Standar

POROSCELEBES.COM, LUWU – Salah satu orang tua siswa SMA Negeri 5 Luwu, yang ada Kecamatan Bajo menyampaikan protes terhadap pengadaan pakaian seragam olahraga yang dinilai tidak sesuai dengan pesanan dan merugikan pihak wali murid.

Salah seorang orang tua siswa yang enggan disebut namanya mengungkapkan, awalnya pihak sekolah meminta para murid memesan pakaian olahraga dengan menyerahkan ukuran badan masing-masing. Setiap pasang pakaian terdiri dari baju dan celana dijual dengan harga Rp130 ribu. Namun, setelah pakaian datang, ukuran yang diterima ternyata tidak sesuai.

Bacaan Lainnya

“Setelah bajunya datang ternyata kekecilan. Saya kembalikan untuk ditukar dengan ukuran yang lebih besar, tapi setelah dikembalikan malah dijahit ulang, ditambal di bagian samping baju dan celana supaya muat. Hasilnya jadi sangat tidak bagus,” ujar salah satu orang tua siswa dengan nada kecewa.

Menurutnya, tindakan mempermak pakaian agar sesuai ukuran merupakan bentuk ketidaktanggungjawaban pihak penyedia. Orang tua berharap sekolah turut bertanggung jawab karena pengadaan dilakukan melalui koordinasi pihak sekolah.

“Kami minta pihak sekolah tanggung jawab. Kami sudah bayar sesuai harga, tapi barang yang kami terima adalah bekas permak. Harapan kami sebetulnya itu menukar dengan yang baru dan ukuran yang pas bukan malah seperti ini,” lanjutnya.

Sementara itu, Kepala Sekolah SMA Negeri 5 Luwu, Jufri, ST, M.Pd, saat dikonfirmasi oleh awak media, membenarkan adanya keluhan dari orang tua siswa. Ia menyebut telah menindaklanjuti hal tersebut dengan menghubungi pihak penyedia pakaian.

“Saya sudah konfirmasi dengan toko yang jual. Kalau memang orang tua keberatan, silakan dikembalikan saja, nanti uangnya juga dikembalikan,” kata Kepala Sekolah.

Ia juga menjelaskan bahwa pengadaan pakaian olahraga tersebut hanya dikhususkan bagi murid kelas 1.

“Bukan dari sekolah, itu toko dekat sekolah. Hanya untuk siswa kelas 1 saja,” tambahnya.

Kasus ini menjadi sorotan karena dianggap mencerminkan lemahnya pengawasan dalam proses pengadaan perlengkapan sekolah, meski berskala kecil. Orang tua siswa berharap kejadian serupa tidak terulang di kemudian hari.

Pos terkait