POROSCELEBES, LUWU – Sebuah rekaman video yang beredar luas di media sosial memperlihatkan dugaan tindakan kekerasan di salah satu pondok pesantren di Kota Palopo, Sulawesi Selatan. Dalam video itu tampak seorang pria, yang disebut-sebut merupakan pembina pesantren berinisial Prof S, menampar seorang santri.
Tidak hanya santri, seorang remaja 14 tahun yang hadir sebagai qori dalam peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di pesantren tersebut juga mengalami perlakuan serupa. Peristiwa ini berlangsung pada Jumat malam (12/9/2025) dan baru dilaporkan ke Polres Palopo keesokan harinya, Sabtu (13/9/2025).
Musdalipa Arif, tante korban, menjelaskan bahwa keponakannya berinisial MKh (14) hadir di acara Maulid karena mendapat undangan menjadi qori. Saat akan menunaikan salat Isya, MKh berwudu bersama kakak dan adiknya.
Ketika berpapasan dengan Prof S, MKh bermaksud bersalaman. Namun, niat baik itu justru dibalas dengan sebuah tamparan keras di wajah.
“Anak saya bukan santri di situ, hanya datang karena diundang sebagai qori. Waktu mau salaman, malah ditampar. Setelah itu dia sempat gelap penglihatan dan sempoyongan,” kata Musdalipa saat dihubungi Minggu sore (14/9/2025).
Adik MKh yang ikut mendampingi juga hampir menjadi korban. “Adiknya kaget lihat kakaknya ditampar, padahal dia juga mau salaman. Tapi Prof S sudah mau maju untuk menamparnya juga,” tambahnya.
Tamparan tersebut menyebabkan wajah MKh mengalami lebam, terutama di bawah mata hingga bengkak. Korban sempat menjalani visum di rumah sakit dan hasilnya telah disertakan dalam laporan polisi.
“Bengkaknya sampai keluar, bawah matanya lebam. Visum sudah ada dan laporan ke polisi masuk sejak Sabtu,” tegas Musdalipa.
Selain luka fisik, MKh kini mengalami trauma. Sebagai qori yang biasa tampil dalam berbagai pengajian, ia menolak kembali mengaji setelah kejadian itu.
“Ponakan saya sekarang takut. Padahal dia sudah terbiasa membaca Al-Qur’an di depan umum,” ujar Musdalipa.
Musdalipa mengungkapkan, keluarga memutuskan membawa kasus ini ke jalur hukum karena dugaan kekerasan serupa disebut sering terjadi. Beberapa santri mengaku kerap mendapat perlakuan kasar dari Prof S ketika dirinya marah.
“Santri bilang kalau dia marah suka memukul atau menampar. Jadi bukan sekali ini saja. Itu sebabnya kami tidak bisa diam,” ucapnya.
Ia menambahkan, laporan ke polisi dibuat olehnya karena orang tua korban sedang sakit jantung dan tidak kuat mendengar langsung peristiwa tersebut.
“Malam kejadian itu, orang tuanya hampir sesak nafas dengar anaknya ditampar. Jadi saya yang turun langsung melapor,” jelasnya.
Hingga kini laporan sudah diterima pihak kepolisian. Keluarga berharap kasus ini benar-benar ditindaklanjuti agar tidak terulang lagi.
“Kekerasan terhadap anak tidak bisa dibiarkan. Kami minta aparat serius menangani kasus ini,” kata Musdalipa.
Kasat Reskrim Polres Palopo, Iptu Syahrir, yang dikonfirmasi wartawan menyatakan, “Tim piket masih berada di TKP untuk penyelidikan.”
Sementara itu, upaya konfirmasi kepada pihak pesantren maupun Prof S terkait dugaan penamparan ini masih terus dilakukan.