POROSCELEBES.COM, Luwu – Anggaran proyek rehabilitasi SMPN 2 Larompong senilai Rp 1,3 miliar, yang bersumber dari Dana Alokasi Umum (DAU) Specific Grant (SG) Pendidikan, diduga telah sepenuhnya ditransfer ke kas daerah. Namun, dana yang seharusnya dialokasikan untuk sektor pendidikan justru dialihkan ke program lain.
Pihak rekanan proyek ini mengungkapkan bahwa mereka baru menerima 30 persen dari total anggaran. Meskipun anggaran proyek ini telah ditransfer ke daerah, pembayarannya kini bergantung pada Dana Bagi Hasil (DBH) provinsi yang pencairannya belum jelas.
Menurut sumber Kabardedikan, anggaran DAU SG telah digunakan untuk membiayai program lain.
Padahal, aturan DAU SG (Pendidikan) secara tegas menyebutkan bahwa dana ini hanya boleh digunakan untuk kepentingan pendidikan. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 212/PMK.07/2022 mengatur bahwa DAU SG bersifat earmarked atau telah ditentukan penggunaannya, sehingga tidak dapat dialihkan ke program lain.
Karmila, Kepala Pembendaharaan BKAD Luwu saat dikonfirmasi Awak Media tidak menampik jika anggaran DAU SG telah turun 100 persen.
Ia menjelaskan bahwa situasi keuangan daerah tahun 2024 tidak menentu, sehingga pemerintah daerah terpaksa memprioritaskan anggaran untuk program yang dianggap lebih mendesak.
“Karena transfer DBH tidak menentu, sementara di sisi lain ada beberapa program yang lebih urgent, maka kita gunakan (DAU SG) untuk menutup kebutuhan tersebut,” kata Karmila saat ditemui di kantornya, Senin, 3 Februari 2025.
Karmila menyebutkan bahwa rekanan baru menerima 30 persen sebagai uang muka, karena rekanan bekerja pada Bulan Oktober 2024.
Berdasarkan temuan media ini, proyek tersebut terkesan dipaksakan sebab ketika rekanan mundur, proyek ini tetap dilanjutkan dengan menunjuk secara langsung rekanan tanpa mempertimbangkan waktu dan kondisi keuangan pada saat itu tidak menentu.
Kadis Pendidikan Luwu, Andi Pelanggi, saat dikonfirmasi menjelaskan bahwa anggaran proyek tersebut awalnya sudah tersedia. Namun, belakangan sudah tidak tersedia lagi. Ia menegaskan bahwa proyek ini bukan kontrak baru namun gagal kontrak.
“Makanya waktu putus kontrak, PPK bermohon reviu ke Inspektorat dan direkomendasikan untuk dilanjutkan prosesnya dengan menetapkan hasil dari UKPBJ (Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa),” kata dia.
“Dana DAU SG tidak akan ada pemotongan, tapi kita tidak tahu ternyata dananya habis di akhir tahun, kalau terkait keberadaan anggaran yang paling faham BPKAD dan Kasda. Saya pikir, tidak mungkin Inspektorat keluarkan rekomendasi kalau mereka paham dananya tidak tersedia,” tambahnya.
Sementara itu, Wawan, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek rehab ini, mengakui bahwa sebelum penunjukan langsung (PL) pihaknya meminta pendapat dari Inspektorat. Inspektorat kemudian menyetujui mekanisme tersebut, namun tidak mempertimbangkan kondisi keuangan daerah.
“Kalau ditanya apakah bisa penunjukan langsung, kami jawab bisa. Tapi saya tidak bisa melebar jauh karena surat dari kami hanya mempertanyakan apakah proyek itu bisa penunjukan langsung atau tidak,” ujar Awwabin, Inspektur Luwu saat dikonfirmasi.
Wakil Ketua 2 DPRD Luwu Andi Mammang saat ditanya persoalan ini belum bisa berkomentar lebih jauh,” saya cari-cari informasi dulu,” kata dia.
Senada rekannya, Zulkifli Wakil Ketua 1 DPRD Luwu akan memanggil pihak-pihak terkait jika kondisinya seperti itu sebagai bentuk pengawasan. Proyek ini patut dipertanyakan, bukan hanya karena membebani keuangan daerah, tetapi juga proses lelangnya yang tidak transparan.
Sangat disayangkan ketika proyek ini gagal tender, justru dilanjutkan melalui mekanisme penunjukan langsung. Padahal, saat pembahasan APBD Perubahan 2024, DPRD dan Tim anggaran Luwu telah sepakat untuk tidak memprogram fisik baru karena kondisi keuangan daerah yang sedang tidak sehat.
Namun, proyek ini tetap dipaksakan untuk dilanjutkan, dan pada akhirnya pekerjaannya pun berlanjut hingga tahun 2025.
Hal ini menjadi beban daerah yang harus menanggung sisa anggarannya, sementara di sisi lain, sumber anggarannya telah ditransfer 100 persen meski sisa anggarannya akan ditanggung dari DBH, namun berpotensi menyalahi aturan yang sudah ditentukan penggunaannya. (Jayanto)