POROSCELEBES.COM, Luwu – Kegiatan Bimbingan Teknis atau Bimtek Stunting desa Kabupaten Luwu yang diselenggarakan PT Putri Dewani Mandiri menuai sorotan. Sebab kegiatan tersebut telah menghabiskan anggaran negara hingga ratusan juta.
Penurunan angka stunting di setiap daerah sudah menjadi kewajiban Pemerintah Daerah. Namun bukan berarti menggelontorkan anggaran negara hingga ratusan juta hanya untuk sebuah pelatihan.
Ismail Ishak Ketua FP2KEL, mengkritisi Bimtek tersebut. Ia meminta aparat penegak hukum mengaudit kegiatan itu.
Apalagi menurut dia, kegiatan seperti itu telah sering dilaksanakan oleh Pemda Luwu meski berbentuk sosialisasi, sehingga Bimtek tersebut hanya menghabiskan uang negara.
“Dalam Permendesa PDTT NO.13 Tahun 2023.Tentang petunjuk operasional atas fokus penggunaan dana desa tahun 2024 menjelaskan bahwa anggaran desa untuk stunting digunakan untuk intervensi, bukan Bimtek hingga ratusan juta,” kata dia.
Ia menyayangkan Pemda Luwu tidak mengambil sikap atas kegiatan tersebut, sebab dengan anggaran sebesar itu sangat efektif jika digunakan untuk intervensi langsung ke masyarakat.
Sekedar diketahui, PT Putri Dewani Mandiri menginisiasi sebuah kegiatan Bimtek Stunting dengan biaya Rp 4,5 juta per desa.
Jika dikalkulasikan seluruh desa di Kabupaten Luwu sebanyak 207 desa maka total kegiatan lebih dari Rp 900 juta.
Bendahara PT Putri Dewani Mandiri, Andi Hamzah membantah jika kegiatannya menghabiskan anggaran sebanyak itu. Ia menjelaskan bahwa banyak desa tidak ikut dalam kegiatannya. Lagian kata dia, kegiatannya itu telah mendapatkan persetujuan dari DPMD.
“Kami memiliki dasar untuk membuat kegiatan dan DPMD setuju. Lagian jika kegiatan kami setiap desa dibebankan Rp 4,5 juta dan setiap desa mengirim 5 peserta jadi setiap peserta itu hanya Rp 900 ribu, itu kecil sedangkan biaya operasional pematerinya, berapa?,” kata dia
“Jangan bicara berapa banyak anggaran stunting di desa tapi coba, berapa anggaran yang dikelola desa setiap tahun dibandingkan dengan biaya kegiatan stunting kami ini,” lanjut dia.
Menurutnya kegiatannya itu bisa memberikan manfaat kepada para peserta pelatihan, apalagi kata Hamzah, program penurunan stunting merupakan kewajiban seluruh pemerintah.
Sementara itu, Andi, salah satu Kepala Desa di Kabupaten Luwu yang diminta namanya disamarkan mengatakan tidak setuju dengan kegiatan stunting hingga Rp 4,5 juta. Apalagi di desanya, anggaran stunting dialokasikan hanya 10 juta saja.
“Itupun sudah digunakan oleh KPM (Keluarga Penerima Manfaat) untuk pelatihan dan pemberian makanan tambahan untuk balita,” jelasnya.
Andi tidak menampik bahwa kegiatan itu mengganggu postur anggaran di desanya Sebab dirinya harus mencari pos anggaran lain untuk membayar kegiatan tersebut.
Apalagi kegiatan itu dilaksanakan pada akhir tahun yang dimana, pos anggaran desa telah direalisasikan.
“Padahal kami sudah melakukan intervensi di desa. Anggaran stunting kami sudah banyak untuk pemberian makanan tambahan jika posyandu,” ungkpanya.
Sementara itu salah satu peserta yang ditemui media ini menerangkan bahwa dirinya tidak merasa efektif mengikuti kegiatan tersebut.
Sebab kegiatan hanya sehari dengan banyak materi, padahal kegiatan tersebut berbentuk Bimbingan Teknis atau Bimtek.
“Satu hari dengan banyak materi sulit untuk dicerna,” ungkap dia.
Sekedar diketahui Bimtek itu digelar selama empat hari, 13 hingga 16 Desember 2024 di Aula Bapeda Luwu.
Masing-masing desa mengikuti Bimtek selama sehari. Adanya kegiatan ini, Pemerintah Kabupaten Luwu diragukan komitmennya dalam menurunkan angka stunting.
Sebab Pemerintah membiarkan sebuah kegiatan yang menelan anggaran hingga ratusan juta, padahal uang sebesar itu sangat bermanfaat jika melakukan intervensi langsung ke masyarakat stunting. (*)